“Ok, ini bukan pertama kalinya saya menegur kamu. Kamu melakukan kesalahan yang sama lagi. Rasanya sebelum ini sudah 2 kali saya menegur kamu karena hal ini, betul?” Tanya saya pada asisten saya. “Betul, pak.” Jawabnya.

“Baik, saya juga nggak mau marah-marah sama kamu. Saya juga ga usah menegur kamu lagi, karena saya sudah cukup menegur. Kamu juga sudah tau apa yang harus kamu lakukan, tapi kamu masih melakukan kesalahan yang sama. Maka, hari ini kamu boleh pulang. Kamu boleh istirahat di rumah. Kamu tidak usah mengerjakan pekerjaan kamu sama sekali.”

“Kamu silakan istirahat. Kamu boleh istirahat sekarang juga. Gaji kamu hari ini tetap saya bayar. Semoga dengan istirahat ini, kamu jadi mengerti dan bisa merenung. Saya tau pekerjaan kamu banyak, namun silakan bagikan kerjaan kamu ke saya dan ke teman kamu. Kami akan mengerjakan pekerjaan kamu.” nasehat saya kepada dia.

Mukanya seketika berubah pucat dan air mukanya pun berubah jadi tidak enak. Saya bisa melihat betapa rasanya roh kehidupan serasa tertarik dari tubuhnya. Dia lemas dan bahkan hampir meneteskan air mata. Tentu saja. Bila anda yang mengalami hal seperti ini, tidak dipercaya oleh atasan, dan bahkan disuruh pulang… apa perasaan anda?

Bisakah anda makan? Bisakah anda menelan suapan nasi? Bisakah anda tidur? Bisakah anda berjalan-jalan? Kalau sudah diperlakukan seperti ini, rasanya benar-benar ‘menusuk’.

Hukuman ini menurut saya jauh lebih kejam daripada teguran lisan, teguran tertulis atau bahkan surat peringatan. Saat kita sudah tidak dipercaya untuk melakukan tugas kita, adalah momen yang paling perih. Apalagi kalau hukuman ini diberikan oleh orang yang sangat disegani.

Kenapa hukuman paling kejam sampai saya berikan? Karena dia melakukan kesalahan yang paling dasar dalam managemen, “Berasumsi”. Seperti yang sudah pernah saya bilang, “Dari 100 masalah di dunia, 110-nya adalah masalah komunikasi”. Di dalam kelas Leadership Excellence saya, ilmu pertama yang anda pelajari “Arah yang jelas”. Seorang manager harus bisa memberikan arah yang jelas. Arah yang BUKAN asumsi.

Seorang manager tidak akan bisa memberikan arah yang jelas kepada tim, kalau dia sendiri belum tau apa yang diinginkan oleh atasannya. Apalagi dia berasumsi tentang keinginan atasannya, lalu meneruskan ke seluruh bawahannya. Lebih gawat lagi kalau yang diasumsikan itu adalah keinginan pimpinan puncak.

Sering kali kita malas bertanya dan malas meminta kejelasan, lalu berasumsi bahwa “X”-lah sebenarnya yang diinginkan oleh atasan. Kita menebak-nebak isi pikiran atasan, lalu langsung kita jalankan sendiri.

Akhirnya seluruh perusahaan berjalan ke arah yang tidak tepat. Wajarkah bila diberikan hukuman paling kejam? Saya sendiri yakin hukuman paling kejam bukanlah hukuman materi atau fisik, namun hukuman yang menyentuh emosi. Anda mau menanggapi?

 

Anda boleh menggunakan artikel ini di newsletter, website atau publikasi, dengan syarat tetap melampirkan kalimat lengkap di bawah dengan link aktif ke website:

Copyright, Hendrik Ronald. Digunakan dengan izin. Hendrik Ronald adalah Trainer dan Coach Service Excellence. Untuk mendapatkan pelatihan dan artikel lainnya, silakan kunjungi www.HendrikRonald.com