Sewaktu SMP, saya sangat disayang oleh guru sejarah saya, Bu Linda. Ketika beliau bercerita, khayalan saya akan terbang ke mana-mana. Ketika beliau bercerita tentang Napoleon Bonaparte, saya langsung terbayang seorang jendral besar yang sangat tegas. Walaupun pelajaran sejarah dimulai setelah makan siang, saya tidak pernah merasa ngantuk. Mata saya justru semakin berapi-api.

Tentu saja ada cerita sejarah Indonesia di mana pejuang kita menggunakan bambu runcing untuk melawan penjajah. Mereka tidak punya pilihan lain. Mereka terpaksa. Maka apapun yang ada, akan mereka pakai sebagai senjata. Namun saat itupun mereka sudah sadar bahwa bambu runcing ini suatu cara yang inferior, cara yang lemah. Cara yang akan memakan banyak korban. Namun sekali lagi, mereka terpaksa!!

Bila di masa kini, rakyat Indonesia harus berperang, dengan negara apa saja… Kemudian kita ngotot harus tetap memakai bambu runcing, karena dengan cara ini kita pernah menang. Mati konyollah kita!!

Dunia terus berubah. Heraclitus pernah berkata bahwa “The Only Constant Is Change”. Satu-satunya hal yang tetap / konstan adalah perubahan. Kita harus terus-menerus merangkul perubahan.

Bila saya disuruh mengingat-ingat kembali ke memori paling awal, saat saya sekolah….. Sewaktu SMA kelas 1, saya diminta untuk membentuk kelompok KIR (Kelompok Ilmiah Remaja). Rasanya, itulah saat  saya mulai belajar kerja sama. Jujur….. saya nggak ngerti gimana caranya kerja sama. Saya tidak tau bagaimana caranya delegasi. Saya tidak tau bagaimana caranya komunikasi yang bagus.

Sungguh kelewatan, masa sih sudah kelas SMA 1 tidak tau? Jujur…. saya hanya pura-pura tau!!

Di dunia sekolah kita diminta untuk bekerja sendiri-sendiri. Kita dipisah-pisahkan! Nggak percaya? Coba aja saat ujian anda kerja sama!! Mungkin anda protes, ya wajar donk! Itu kan tes terberat yang menentukan kelulusan. Di dunia kerja, saat menghadapi masalah berat, kita justru dituntut kerja sama.

Padahal dari dulu kita belajar, “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”. Ke mana prinsip itu perginya? Kenapaq sepanjang sekolah kita malah ga diajarkan kerja sama? 1 ekor kuda bisa menarik beban seberat 2 ton. 2 ekor kuda bisa menarik beban seberat 23 ton. Bayangkan betapa hebatnya power kerja sama!!

Bisakah kita membangun bisnis tanpa kerja sama? Tanpa mitra? Mustahil!! Bisakah sukses tanpa partner? Mustahil!! Silakan koreksi bila saya kurang tepat (bahkan untuk menghasilkan artikel yang baik perlu kerjasama dari anda).

Kenapa dari dulu kita tidak diajarkan bekerja sama di sekolah? Kenapa…..?

 

Bisnis itu gampang, yang sulit itu manusia. Begitu kata ayah Donald Trump.

“Dari 100 masalah di dunia, 110-nya adalah masalah komunikasi, Ronald”, begitu kata guru saya yang sangat arif, Huiniati. Artinya semua masalah adalah masalah komunikasi. Ilmu komunikasi itu ternyata SANGAT AMAT PENTING!!

Saya belajar banyak tentang ilmu komunikasi. Saya belajar dari ahli-ahli yang terbaik di dunia. Saya belajar ilmu komunikasi dari ahli salesman terbaik sedunia. Dari para pakar hypnosis. Dari ahli negosiasi dan perdamaian. Dari ahli NLP. Dari pakar service terbaik di dunia, dan banyak lagi.

Pada akhirnya, saya bisa menyimpulkan. Ilmu komunikasi itu bila saya simpelkan menjadi 2 kata, intinya adalah “Orang Lain”.

Komunikator terbaik tidak hanya pintar berbicara. Dia harus menjadi pendengar yang sangat baik. Penanya yang sangat baik. Orang yang bisa dan mau berfokus pada orang lain.

Namun lagi-lagi, rasanya waktu sekolah dulu saya tidak pernah diajarkan cara mendengar. ‘Dipaksa’ mendengar bisa jadi. Saya diajarkan cara baca puisi dan berpidato. Saya diajarkan mengarang dan menyampaikan ide. Namun tidak pernah diajarkan ilmu mendengarkan.

Padahal ilmu mendengarkan yang berpusat kepada “Orang Lain” ini adalah kunci dari komunikasi. Kunci dari masalah-masalah yang ada di dunia.

Izinkan saya terbang sekali lagi ke zaman dulu. Saat saya kuliah, bablas sudah!! Saya tidak mengerti cara bekerja sama, saya tidak mengerti cara mendengarkan. Yang terus saya gosok dan saya kembangkan adalah “EGO PRIBADI” saya!!!! Saya menyalahkan semua orang. Saya menyalahkan guru saya, papa saya, saudara saya, bos saya, teman saya, dan banyak lagi .

Saya mau didengarkan, saya penuh dengan idealis pribadi, saya tidak perlu kerja sama.

Anda merasakannya juga? Di perusahaan anda ego pribadi tinggi dan juga terjadi saling menyalahkan?

Ini berlanjut sampai saya bekerja. Di mana akhirnya saya dihadapkan ke dunia kerja yang ternyata sungguh berbeda. Saya dipaksa menangis, dipaksa sakit, dipaksa merenung. Serasa ditampar dunia.

Ternyata kerja sama itu tidak simpel. Mendengarkan itu jauh dari simpel. Butuh bertahun-tahun untuk menguasai ilmu-ilmu ini. Perlu membaca ratusan buku dan selalu praktek. Perlu ratusan jam seminar. Anda setuju?

Saya bersyukur karena di usia yang relatif (ngakunya) muda ini akhirnya bisa sadar. Namun apakah seluruh orang di dunia juga sadar secepat itu? Bisa SADAR di usia muda? Bahwa mereka perlu kerja sama dan mendengarkan.

Apakah anda sudah sadar? Apakah para manager anda sudah sadar? Atau mungkin anda sendiri baru terbangun setelah membaca artikel ini?

Menurut anda, apa yang sebaiknya kita lakukan untuk menolong generasi muda kita? Apa kita mau membiarkan mereka kembali belajar dengan cara yang seperti itu? Berperang dengan bambu runcing? Apakah kita harus melihat anak-anak kita ditampar oleh dunia? Apakah mereka harus menangis dan terluka dulu?

Ayo kita diskusikan, lalu kita lakukan tindak nyata. Setidaknya forward artikel ini ke rekan kerja anda, biarlah dia ikut terbangun. Setelah itu mari kita lakukan tindakan nyata. Kita belajar kerjasama dan mendengarkan. Kita mulai diskusi dari sekarang. Boleh yah…

Salam mendengarkan & salam kerja sama!!

 

PS: Bagi anda yang berasal dari dunia pendidikan, izinkan saya membantu dan berbagi. Selagi jadwalnya masih sempat, saya akan berbagi pro bono (gratis). Silakan kirimkan email ke lusy@hendrikronald.com.

 

Anda boleh menggunakan artikel ini di newsletter, website atau publikasi, dengan syarat tetap melampirkan kalimat lengkap di bawah dengan link aktif ke website:

Copyright, Hendrik Ronald. Digunakan dengan izin. Hendrik Ronald adalah Trainer dan Coach Service Excellence. Untuk mendapatkan pelatihan dan artikel lainnya, silakan kunjungi www.HendrikRonald.com