Apa Panggilan Saya?

Labeling People

Dulu saya pernah membaca sebuah buku yang menarik. Di buku itu diceritakan ada seorang konsultan yang masuk untuk memperbaiki sebuah perusaaan. Perusahaan ini adalah perusahaan shipping dengan tingkat kesalahan yang sangat tinggi. Karena tingkat kesalahan tinggi, jelas omsetnya anjlok.

Perusahaan ini siap untuk mengadakan perombakan system secara besar-besaran walaupun harus memakan biaya sangat besar. Maka konsultan ini bekerja keras untuk menyelidiki, di mana sebenarnya akar masalahnya.

Setelah dipelajari, maka keluarlah hasil pengamatannya. Dia mengusulkan untuk mengubah nama panggilan karyawan-karyawan di sana. Pekerja kasar yang biasa dipaggil “Trucker” diubah panggilannya menjadi “Craftsman”, yang artinya kurang lebih orang yang mempunyai keahlian tertentu.

Hanya dengan mengubah titel ini saja, ternyata tingkat kesalahan yang tinggi langsung bisa teratasi dengan baik. Ternyata nama panggilan sangat berpengaruh.

Nah, di banyak perusahaan karyawan sering diberi gelar “Trainee” dan bahkan disuruh pakai baju putih, dan lalu langsung disuruh melayani tamu. Dengan harapan, kalau mereka melakukan kesalahan, tamu akan maklum.

No!! Kalau memang belum pantas dan belum lulus pelatihan, jangan disuruh menghadapi tamu atau customer. Tidak perlu membuat anak-anak trainee sampai sebegitu malunya dan akhirnya menodai citra perusahaan sendiri.

Begitu pula dengan staff lainnya. Kalau anda melabel mereka sebagai “Junior staff”, maka kualitas pekerjaannya pastilah seperti junior staff atau bahkan kurang. Lagipula siapa yang senang berhadapan dengan junior staff?

Cobalah panggil seorang wanita seperti ini, “Hai, cantik!”. Perhatikan cara berjalan, bersikap, berbicaranya, semuanya pasti berubah.

Di keluarga juga sama, bila ada yang melabel anaknya sebagai, “Anak nakal”, kira-kira jadinya seperti apa anak itu? Kalau ada seorang guru yang melabel muridnya dengan, “Si ceroboh”, atau “Si cengeng”, kira-kira apa yang terjadi? Diabaru saja membentuk nasib anak tersebut selamanya.

Bahkan label yang tidak kita sampaikan kepada orangnyapun bisa berpengaruh pada diri kita sendiri. Misalnya, “Bos saya itu orangnya pemarah.” Hanya ngomong seperti itu saja, emosi anda ikut naik. Ganti labelnya, “Bos saya itu memang penuh semangat dan bergelora.” Saya yakin andapun ikut tersenyum mendengarnya. Mood anda sendiri membaik.

Anda bisa mengubah nasib karyawan dan orang-orang yang anda cintai. Nah, label apa yang anda berikan untuk mereka? Kalau anda serius ingin mengubah nasib & sifat orang-orang di sekeliling anda, ubah label mereka!

Salam Dahsyat!

 

Anda boleh menggunakan artikel ini di newsletter, website atau publikasi, dengan syarat tetap melampirkan kalimat lengkap di bawah dengan link aktif ke website:

Copyright, Hendrik Ronald. Digunakan dengan izin. Hendrik Ronald adalah Trainer dan Coach Service Excellence. Untuk mendapatkan pelatihan dan artikel lainnya, silakan kunjungi www.HendrikRonald.com