Anda Mengalami Perang Harga?

Confused at Computer

Saya suka sekali membahas tentang perang harga. Saya senang sekali saat TIDAK terjadi perang harga. Beberapa bisnis bersaing dengan sangat keras dan persaingan harganya sudah sampai ke level ‘membunuh’.

Sebenarnya siapa yang membuat perang harga? Persaingan?

Saya mau bercerita tentang salah satu bisnis yang paling kompetitif, yaitu bisnis komputer. Saya suka dan sering memberikan training / coaching kepada toko komputer. Salah satu yang selalu saya komentari adalah brosur. Yak, benar. Brosur! Brosur komputer ini dibagikan kepada tiap pelanggan yang masuk dan mencari komputer / laptop.

Bunyi brosurnya kurang lebih begini (semua data adalah rekaan):

Toshabo A123 – 2GB – 320GB – VGA – 13″ – C2Duo 2.4Ghz – BT – Rp.5.600.000,-

ASISA G57B – 2GB – 320GB – XGA – 14″ – C2Duo 2.66 Ghz – A/B/G – Rp.7.500.000,-

SOMI 567 – 4GB – 500GB – VGA – 14″ – i5 2.4Ghz – B/G/N – Rp.8.500.000,-

Anda pernah mengalaminya? Anda mengerti baca brosurnya? Saya yakin mayoritas dari anda nggak ngerti.

Lalu saat anda masuk ke toko sebelah, kurang lebih brosurnya sama saja. Sebenarnya brosur ini buat siapa? Buat customer atau buat teknisi? Teknisi  saja belum tentu ngerti. Apakah semua customer anda yang profesinya guru, karyawan, koki, pengusaha, dll; itu bisa mengerti brosur ini?

Ini lebih diperparah lagi dengan membagikan brosur dengan muka cuek + jutek (walaupun SPG-nya terkadang manis). SPG jutek itu lalu dengan santainya bertanya, “Mau yang mana, pak?”

Yah!! Memangnya beli komputer segampang itu? Segampang milih jeruk di pasar? Milih jeruk aja gak gampang, apalagi milih komputer yang harganya jutaan dan brosurnya tidak bisa dimengerti.

Ini kurang lebih sama saja dengan analogi berikut. Anggaplah anda masuk ke toko obat. Anda meminta obat sakit kepala. Lalu anda diberikan brosur dengan isi yang seperti ini (semua data adalah rekaan).

Bodrexia – Kafein 10mg – Xyloxofen 35mg – Asetaminofen 15mg – Asparin 10mg

Panadolin – Kafein 25mg – Xyloxofen 50mg – Asetaminofen 10mg – Urea 12mg

Asparin – Kafein 15mg – Cyroproxin 25mg – Urea 15mg – Stratofen 25mg

dll

Lalu anda ditanyakan oleh penjaga tokonya, “Mau pilih yang mana, pak?” Seram banget kan?

Mungkin bisa lebih seru lagi dengan kata-kata seperti ini, “Pilih bodrexia aja, pak. Soalnya Xylxofen-nya 35mg lho!” Bagaimana kira-kira reaksi anda?

Masuk akal?

Nah, mari kita kembali ke toko komputer tadi. Di saat anda memberikan brosur yang tidak ada “bahasa manusianya”, maka karena terdesak…. anda akan bertanya kepada teman yang mengerti (atau yang pura-pura mengerti) tentang komputer.

Kita bertanya, “Bagus yang mana yah?“. Kemungkinan besar, teman anda akan menganjurkan merk yang dia kenal, belum tentu tipe yang memang bagus. Mau gak mau seperti itu. Karena bisa jadi teman anda juga gak ngerti cara baca brosurnya. Bisa jadi karena memang belum ada “Kursus baca brosur komputer”, hehehe.

Lalu anda berdua akan membandingkan harga dari merk yang disarankan tadi. Cari toko mana yang menjual tipe Toshiba 123 yang paling murah. Anda masuk ke toko yang paling murah, lalu karena anda seorang yang tau cara berbelanja…. pastinya minta diskon, lalu karena kita mesti berhemat… pastinya minta bonus, lalu supaya jadi beli….. pastinya minta lebih murah lagi. Lalu supaya bayarnya gampang, minta cicilan pula. B-e-t-u-l-?!?

Lalu apa yang terjadi pada toko komputer? Mereka akan ramai-ramai bernyanyi, “Matilah awak macam ni…….. (matilah kita kalau seperti ini)”

Kenapa bisa seperti itu? Karena penjual komputer yang ‘memaksa’ pembelinya untuk seperti itu. Menghabiskan banyak uang untuk barang yang mereka gak ngerti. Tidak ada koneksinya. Tidak ada emosinya.

Padahal manusia itu membeli karena emosi, lalu membenarkannya dengan logika. Saat tidak ada unsur emosional dalam membeli, yang ada hanyalah rasio. Hajar bleh! Pokoknya dapat harga paling murah, lalu minta diskon.

Coba kalau yang dibeli adalah celana jeans keren yang ukurannya pas banget. Sewaktu dipakai bahannya enak. Waktu dilihat di cermin kelihatannya keren. Waktu dipuji sama SPG anda senang banget. Walaupun mahal, tetap aja dibeli. Nanti baru dibuat pembenaran dengan logika, “Oh, memang lagi butuh celana jeans kok. Juga pas lagi diskon nih.” Alasannya pun sebenarnya gak masuk akal toh? (akal para cowo)

Jadi sebenarnya siapa yang membuat perang harga? Sudah tau kan?

Jadi menurut anda sebaiknya seperti apa brosur komputer itu? Bagaimana cara mengatasi perang harga?

Salam Dahsyat !!

 

Anda boleh menggunakan artikel ini di newsletter, website atau publikasi, dengan syarat tetap melampirkan kalimat lengkap di bawah dengan link aktif ke website:

Copyright, Hendrik Ronald. Digunakan dengan izin. Hendrik Ronald adalah Trainer dan Coach Service Excellence. Untuk mendapatkan pelatihan dan artikel lainnya, silakan kunjungi www.HendrikRonald.com