Mana Yang Selama Ini Berulang? Kenakalan atau Kebaikan?

Ola!!! Anda masih ingat dengan artikel saya yang sebelumnya? Bagaimana ternyata penjara tidak membuat orang ‘bertobat‘? Bahwa pengalaman sebenarnya bukanlah guru yang terbaik, kalau kita tidak mau merenungkannya.

Semua orang pasti pernah mengalami situasi kacau, gaduh dan semuanya seperti lepas kontrol.

Maka kemampuan seorang leader / pemimpin untuk bisa duduk tenang dan mengamati situasi jadi sangat penting. Saat situasi sudah begitu kacau, sang leader justru harus duduk tenang dan mengamati apa yang sebenarnya sudah terjadi.

Saat harus mengemudi ngebut, kita justru harus punya ketenangan luar biasa. Saya sendiri  yakin bahwa saat Valentino Rossi ngebut dengan motornya, dia dalam kondisi tenang luar biasa. Saat dia tenang, dia bisa melihat semuanya dengan jauh lebih baik. Sebagai mantan tukang ngebut, saya mengerti bahwa saat pikiran sedang kacau, saya nggak akan bisa ngebut dengan baik.

Jangankan ngebut, kalau anak saya nangis, saya langsung nggak konsen nyetir mobil yang sedang pelan sekalipun.

Tentu saja faktor ketenangan ini yang membedakan antara dokter yang sudah berpengalaman dengan dokter yang baru. Dalam situasi yang serba kacau, dia bisa melihat dan mengatur semuanya dengan baik.

Namun ini tidak hanya berlaku untuk leader. Berlaku juga untuk semua orang. Hari ini saya belajar dari anak saya. Shine (anak saya yang kedua dan berumur 3,5 tahun) sedang mengalami masa-masa suka menjerit dan kadang suka memukul anak lain. Namun saya pribadi yakin, bahwa itu bukan berasal dari anak.

Karena anak itu bagaikan tanah liat. Saat anak memukul dan menjerit, itu pasti karena tangan orang tuanya yang belum mahir membentuk tanah liat tersebut. Tidak adil kalau anaknya yang dimarahi karena dia memukul dan menjerit. Sama saja dengan memarahi pot yang bentuknya tidak bagus. Padahal jelas yang salah adalah tangan yang membentuknya. Daripada menyalahkan potnya, ya seharusnya melatih tangannya.

Bukan anak yang bandel, orang tuanya yang bandel gak mau belajar!

Begitu juga dengan perusahaan. Saat perusahaan tidak maju dan teamnya bandel, maka pemimpinnya yang harus cool down. Pemimpinnya yang harus meditasi di bawah air terjun 7 warna untuk merenungkan apa yang dia lakukan. Karena pada dasarnya kecepatan dan kualitas sebuah tim hanyalah sebagus pemimpinnya.

Singkat kata, kalau anak saya masih mukul anak orang, bapaknya yang harus banyak belajar! (PS: Butuh banyak kerendahan hati untuk mengakui satu hal ini, hehehhehe).

Kembali ke Shine yang suka menjerit dan bikin tegang orang di sekitarnya. Saya kembali merenung. Karena Shine ini memang banyak memberikan pelajaran kelas berat buat bapak dan ibunya.

Sebenarnya manusia ini cuma mencari kenikmatan dan menghindari sengsara. Saya mengamati, setiap kali Shine habis memukul, istri saya menegur dan berkata, “Boleh pukul-pukul?” Maka Shine akan menjawab, “Nggak boleh.

Kasihan yah, kalau dipukul nanti temannya sakit‘. Shine lalu membalas, “Jadi sakit yah, mommy?” Yang lalu dijawab mommy-nya, “Iya.

Percakapan ini terus diulang setiap kali dia habis memukul

Proses di atas ini cukup baik. Namun ada satu yang selama ini meleset dari pandangan saya. Saat Shine ditanya, “Boleh pukul-pukul?“, wajah dia perlahan jadi ceria. Dia mendapatkan reward / kenikmatan saat diperhatikan oleh mommy-nya! Jadi dengan kata lain, dia memukul untuk mendapatkan perhatian. Dia memukul agar bisa ditanya, “Boleh pukul-pukul?

Aaaah, ini yang sering kali terjadi dengan anak-anak lain. Mereka sengaja berbuat gak baik agar diperhatikan. Mereka menangis agar diperhatikan. Saat mendapatkan perhatian, mereka senang. Nah, mereka belajar pola ini secara gak sadar. Bahwa bila dia berbuat baik, dia gak dapat perhatian. Saat menjerit dan nakal, justru dapat perhatian.

Apakah ini terjadi sama anak-anak saja? Jelas tidak! Kenapa sih sang pacar suka ngambeg? Jelas dia minta perhatian! Dia ngambeg agar diperhatikan dan bisa dimengerti. Kenapa sebagian orang suka marah? Karena saat marah dia diperhatikan. Dia mendapatkan kepuasan dari perhatian tersebut.

Punk Teenager

 

Kenapa ada anak-anak yang mau nekad merokok dan mengecat rambutnya jadi warna pelangi? Karena dengan begitu dia mendapatkan pengakuan dan perhatian dari teman-temannya. Karena perhatian itu tidak pernah datang dari orang tuanya.

Kenapa ada anak gadis yang merelakan ‘harta’nya kepada pacarnya? Karena dengan begitu, dia dapat ‘disayang’ oleh pacarnya. Karena perhatian itu begitu berharga buat dia. Karena perhatian yang begitu intens cuma dia dapat dari pacarnya dan tidak dari keluarganya!!! Jadi saat anak kehilangan kesuciannya, jelas orang tuanya yang harus refleksi diri.

Semua yang mendapatkan reward & perhatian akan berulang. Karyawan yang diakui kinerjanya dan dipuji akan melakukannya pekerjaan Dahsyat-nya lagi dan lagi dan lagi!! Karyawan yang sudah kerja keras dan tidak pernah dapat pengakuan akan meninggalkan kerja kerasnya itu. Buat apa dia kerja keras kalau tidak dihargai. Dia akan mencari cara lain untuk diakui dan dihargai.

Tentu saja ini juga terjadi pada customer. Customer yang diberi perhatian akan kembali lagi dan lagi. Banyak perusahaan yang berusaha mendapatkan banyak customer baru, namun tidak memperhatikan customer yang sudah ada. Mereka berasumsi bahwa akan ada orang lain yang menjaga customer-customer itu.

Apa yang terjadi? Apakah benar ada yang menjaga customer-customer yang sudah masuk itu? Ingat, saat customer tidak dapat perhatian, dia tidak akan datang lagi. Hanya yang dapat perhatian yang datang lagi.

Namun banyak perusahaan yang meletakkan fokus di tempat yang tidak tepat. Hanya fokus pada customer bila telah complain yang datang. Bila complain yang mendapat perhatian, maka tebak apa yang akan datang lagi dan lagi dan lagi?

Bila kita perhatian pada customer yang datang, mengucapkan terima kasih pada loyal customer, apa yang akan terjadi? Saat kita menghargai customer dan secara tulus hati mengucapkan terima kasih telah berbisnis dengan kita, apa yang akan terjadi?

Memang ini tidak gampang. Kita jauh lebih sering fokus pada masalah daripada sama hal yang baik. Kita seolah mengabaikan hal yang baik. Kita anggap yang sudah baik tidak perlu perhatian lagi.

Maka tadi saya ganti metode. Saat Shine memukul, saya menampakkan muka kecewa. Saya bilang, “Daddy nggak suka Shine seperti itu.” Dia menangis dan bisa merasakan daddy-nya gak suka. Saat dia mengelus temannya, saat dia berbuat baik, maka dia boleh dapat Yuppie kesukaannya. Dia boleh dapat ciuman dan pelukan.

Apakah tim kita, teman kita, bos kita, orang tua kita dan anak-anak kita telah mendapatkan perhatian dan pengakuan atas hal benar yang mereka kerjakan?

Ke mana selama ini kita memberikan perhatian dan pengakuan? Masih pada hal yang tidak baik atau yang baik? Ke mana? Coba renungkan sebentar yah. Demi mereka….. lebih tepatnya demi kita sendiri!

Renungkanlah ke mana perhatian dan pengakuan anda selama ini berada. Apakah anda memperhatikan yang bandel, yang complain, yang berteriak, yang membuat masalah? Apakah anda sudah memperhatikan hal-hal kecil yang baik?

Perhatikan dan hargai hal-hal baik itu dan dia akan berulang.

Salam Dahsyat!!

PS: Terima kasih yah, selama ini terus membaca. Terima kasih selama ini terus mendukung. Terima kasih…. ^___^

 

Anda boleh menggunakan artikel ini di newsletter, website atau publikasi, dengan syarat tetap melampirkan kalimat lengkap di bawah dengan link aktif ke website:

Copyright, Hendrik Ronald. Digunakan dengan izin. Hendrik Ronald adalah Trainer dan Coach Service Excellence. Untuk mendapatkan pelatihan dan artikel lainnya, silakan kunjungi www.HendrikRonald.com