Menyalahkan Si Korban

David Cameron using his mobile phone

Pak, saya mau konsul lewat BB donk. Boleh ga?” Begitu kata salah satu teman saya di BBM.

Yak, kalau bisa saya bantu, silakan,” jawab saya.

Begini, pak. Bos saya itu marah-marah melulu. Selalu aja begitu dari dulu. Kalau sudah marah sampai teriak-teriak pula. Padahal posisi saya sudah manager lho, pak,” lanjut beliau.

Ah, ini kasus klasik. Punya bos yang suka emosi. Bisa marah-marah, banting kursi, lempar meja, ngangkat pintu, nendang plafon, dll. Hehhehehe.

Kalau ada yang namanya “Simbiosis Mutualisme“, maka yang ini namanya “Simbiosis Saling Rugisme“. Peringatan, jangan mencoba mencari definisi arti kata barusan di kamus, karena gak bakalan ketemu artinya ^___^

Sebenarnya kalau kita bisa berempati, kasihan banget sama teman saya yang kena marah tadi. Posisi sudah manager, tapi masih dimarahin. Sampai diteriakin lagi. Itu kan bagaikan konser seriosa yang sampai seisi kantor bisa ikut menikmati. Malu dimarahi di depan teman-teman juga. Tentu saja jadinya muncul berbagai efek samping, seperti stress, gak enak feeling, perut mules, tingkat absen tinggi, migrain, kepala gatel, jerawatan, sembelit, mual mules, dll. Namun mau apa lagi, beliau itu kan cuma korban. Korban “Boss From Hell”.

boss-from-hell

Nah, kalau kita mau berempati pada si bos, kita juga bisa merasa iba dan kasihan. Dia sudah invest banyak untuk perusahaannya. Dia menanggung nasib banyak karyawan. Saat target tidak tercapai, maka bukan cuma nasib dia yang terancam, tapi nasib seluruh karyawan plus anak dan istrinya juga ikut terancam.

Seolah-olah karyawan itu tidak perduli, selalu saja memberikan hasil kerja yang gak sesuai harapan. Ditegur gak bisa, dimarahin gak bisa, akhirnya sampai diteriakin. Berteriak itu bukannya enak!!

Karena sehabis teriak, pasti tenggorokan meradang. Detak jantung yang naik, hormon adrenalin dan noradrenalin mengalir ke seluruh tubuh. Seiring hormon-hormon itu mengalir, maka segala racun ikut mengalir di tubuh. Setiap kali dia marah, maka itu sama saja dengan membiarkan seekor ular menggigit dan meracuni tubuhnya.

Namun, mau bagaimana lagi? Bos hanya korban. Korban dari karyawan yang tidak bisa berubah. Karyawan yang tidak mau mendengar. Apalagi kalau dari dulu si pegawai sudah sering kena marah juga oleh bos-bos sebelumnya. Berarti bukan salah si bos kan? Memang karyawannya yang gak mau berubah. Beliau adalah korban “Employee From Hell.”

Employee from hellNamun perhatikanlah, setiap kali kita menyalahkan dan memarahi orang lain, kita yang jadi korban. Bahkan kalaupun tidak menyalahkan orang lain, biasanya ada pilihan lain, “Nyalahkan diri sendiri.”

Ini opsi yang sama enggak bagusnya. Saat menyalahkan diri sendiri, “Saya tuh memang gak pintar“, “Saya gak bisa buat laporan yang bagus“, “Saya tuh gak sepintar dia kalau ngomong“; sama saja dengan semakin menurunkan motivasi sendiri. Menambah gigitan kobra untuk diri sendiri. Semakin melemahkan diri sendiri. Kalau sudah melemahkan diri sendiri, mana ada tenaga untuk memperbaiki situasi?

snakebites

Perhatikanlah sekali lagi, setiap kali kita menyalahkan, kita akan jadi korban. Korban dari situasi yang kita tidak pernah punya daya untuk memperbaikinya.

Kemaren ada calon karyawan yang mau melamar jadi koki. Beliau tes memasak kue. Ternyata kuenya tidak enak. Lalu beliau berdalih, “Iya pak, itu ovennya tadi yang aneh. Makanya hangus.” Dalam hati saya, “Gile, oven aja bisa punya salah coba! Yang mengoperasikan oven kan dia!!

Saat nyalahkan oven, dia baru saja meletakkan seluruh nasib karirnya ke tangan oven. Anggap saja oven punya tangan yak!

Mungkin besok-besok dia bisa nyalahkan lagi, “Iya pak, tadi yang ngaduk adonan teman saya. Si Rudi yang salah.” Maka dia baru saja menjadi korban dari kekeliruan Rudi. Dia tidak akan pernah tumbuh.

Saat seseorang beralasan, maka itulah yang akan terus dia dapatkan.

Contoh, “Saya gak bisa kerjain laporan, soalnya saya belum pandai. Saya gak pernah diajarkan. Kalau saya masih goblok, ya itu bukan salah saya.

Saat ada yang beralasan bahwa dia masih goblok, maka persis itulah yang akan terus dia dapatkan.

Contoh lain, “Bos saya pemarah. Suka teriak-teriak. Soalnya saya juga masih bego“, maka itulah yang akan terus dia dapatkan. Bos pemarah yang suka teriak-teriak dan juga tetap bego!

Maaf kalau saya keras sekali kali ini. Mohon maaf sekali lagi. Karena tau doank gak bikin orang berubah. Hampir semua perokok bisa baca, “Merokok dapat menyebabkan…..“. Namun tetap aja gak berubah kan? Gak tobat merokok kan?

Berubah itu terjadi karena ada emosi, karena ada rasa sakit. Saat sudah perih banget baru manusia berubah. Jadi kita berubah karena emosi. Itu dia rumus patennya!

Maka saya minta izin mem-bego-bego-kan yang masih suka menyalahkan. Biar mau berubah. Boleh?

Sekali lagi, saat menyalahkan bos yang suka marah-marah, maka anda akan tetap dapat bos yang suka marah-marah dan ANDA AKAN TETAP BEGO!

Sudah berasa? Kalau sudah berasa nyes di hati, bagus! Kalau belum berasa… jangan lanjutin dulu baca artikel ini. Baca lagi kalimat di atas berulang-ulang.

Kalau sudah berasa perih, mari berubah. Ini solusinya.

Fokuslah pada solusi.

ProblemSolution

Saat menghadapi bos yang suka ngamuk, coba tanya, “Siapa yang disenangi oleh bos? Sama siapa bos biasanya lebih ramah? Apa yang dia lakukan?” Lalu belajarlah sama orang tersebut bagaimana cara menghadapi bos.

Sekali lagi fokus pada solusi! Saat fokus pada masalah, maka kita akan terus dapat masalah PLUS jadi korban. Saat fokus pada solusi, maka kita dapat solusi.

Solusi itu bunyinya seperti ini, “Saya minta maaf soal kuenya, pak. Saya belum terbiasa pakai oven ini. Boleh saya coba lagi, pak? Saya akan lebih hati-hati. Kali ini kuenya pasti lebih enak”.

Bisa juga bunyinya begini, “Pak, saya mohon maaf atas kesalahan saya. Saya mau lebih baik, pak. Saya mau kasih laporan sesuai harapan bapak. Boleh saya tau persis laporan seperti apa yang bapak mau? Saya akan mengubahnya sesuai harapan bapak. Boleh, pak?”

Jadi, stop menyalahkan dan fokus pada solusi!

Saat anda menyalahkan, anda hanya akan jadi korban. Paling pasti ya jadi “Korban di Akhirat!”

Selamat menikmati hidup baru yang fokus pada solusi.

Salam Dahsyat!

Anda boleh menggunakan artikel ini di newsletter, website atau publikasi, dengan syarat tetap melampirkan kalimat lengkap di bawah dengan link aktif ke website:

Copyright, Hendrik Ronald. Digunakan dengan izin. Hendrik Ronald adalah Trainer dan Coach Service Excellence. Untuk mendapatkan pelatihan dan artikel lainnya, silakan kunjungi www.HendrikRonald.com