OH EBTANAS!!!

Para guru itu memang kejam, keji… tega…. tidak berperasaan!!! Bayangkan, bikin pengumuman seenak udel. Seluruh kelas shock terdiam. Kalau ada pribahasa, “Termenung cantik“, itu nggak berlaku buat kami. Mulut kami ternganga lebar. Air mata hampir menetes, air liur netes dikit, air keringat netes banyak. Bulu roma berdiri. Untung bulu ketek belum tumbuh. Kalau sudah tumbuh, pasti dia ikutan berdiri, ikutan protes!

Sebelum itu, mari kita kembali ke kejadian setahun sebelumnya. Dulu, naik kelas 6 SD itu memang asyik. Best of the bunch. Paling senior. Paling hebat. Apalagi kalau melihat anak-anak kelas 1 SD baru masuk. Masih culun-culun, masih cute. Masih banyak yang nangis diantarin sama orang tuanya.

Kelas 6 SD itu dikagumi oleh semua anak. Semuanya respect sama kakak kelas yang paling tua. Yang paling senior dan akan menghadapi beban paling berat, EBTANAS!! (Evaluasi Belajar tahap Akhir Nasional – sekarang dinamakan UAN).

Maka itulah pengumuman keji yang keluar dari mulut guru kami, “Nanti saat EBTANAS, kalian akan diuji pelajaran mulai dari kelas 1 SD sampai kelas 6. Seluruhnya!

What!!!!!! Gimana cara belajarnya coba? Menghafal pelajaran setahun aja udah keringat dingin. Apalagi pelajaran 6 tahun. Buku mana yang mau dipegang? Mending kalau ujiannya satu pelajaran aja. Ini seluruh pelajaran! Mulai dari Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Matematika, dkk. Kalau ini di komik, pasti sudah ada gambar muntah yang keluar dari mulut kami. Lalu ada burung gagak yang lewat di atas kepala.

KungFu Komang

Namun kalau boleh, izin pamer sedikit, nilai NEM saya cemerlang banget. 43,53 untuk total 5 pelajaran. Berarti rata-ratanya 8,706 untuk tiap pelajaran. Hehhehehehe. Ga sia-sia banting tulang, meditasi, berdoa, sampai rosario (doa khusus agama Katolik) kalau perlu. Ternyata belajar ilmu 6 tahun dan dapat nilai bagus itu, bisa! Asal tau caranya.

Namun, saya yakin. Sampai sekarang pasti masih banyak orang dewasa yang alergi sama yang namanya belajar dan ujian. Gimana engga, asosiasinya terhadap belajar salah semua.

  • Ujian = angker
  • Belajar = terpaksa
  • Nggak lulus = tinggal kelas = dimarahin = kena rotan.

Brrrr. Membayangkannya aja udah serem banget.

Cruel Teacher Maka banyak orang dewasa menyambut kemerdekaannya dengan menutup buku rapat-rapat dan berhenti belajar…. dan…. itulah… awal kematiannya. Sebenarnya hukum alam itu jelas, yang nggak bertumbuh pasti mati. Pohon yang nggak bertumbuh adalah yang sudah mati. Rambut yang nggak bertumbuh pasti punya orang yang sudah nggak bernafas. Semua yang nggak bertumbuh pasti pelan-pelan mulai mengalami proses pembusukan, mulai mati.

Namun kita nggak bisa disalahkan sepenuhnya. Dulu orang tua dan guru lebih sering menyuruh belajar dengan memaksa. Kalau nggak belajar, dimarahin. Siapa coba yang suka diancem-ancem? Makan yang dipaksa aja rasanya nggak enak. Buang air yang dipaksa aja, suka menolak keluar. Apalagi belajar!

Itu sebabnya yang namanya belajar itu harus FUN. Itu sebabnya belajar dari guru favorit itu lebih cepat masuk. Ujian dari guru favorit itu nilainya lebih bagus. Belajar itu mesti menyenangkan! Jadi guru itu wajib jadi guru yang menyenangkan. Guru yang mau mendengarkan, guru yang mau mengerti perasaan murid. Guru yang mau membimbing setulus hati. Jadi guru itu…. wajib jadi guru favorit!!

Guru favorit itu bukan cuma membantu murid, namun juga membantu orang tua, sekolah, dan terutama gurunya sendiri!!
Tegas boleh, galak gak boleh. Marah sama sikap anak boleh, marah sama anaknya gak boleh. Memuji itu wajib, ngobodoh-bodohin itu haram. Banyak cerita dan analogi itu bagus, mengajarkan yang langsung-langsung itu dihindari, karena nggak gampang diterima.

Favorite Teacher

Kembali ke EBTANAS yang ‘bujug-buneng’ seremnya. Ternyata asyik juga kalau EBTANAS itu sering-sering. Asyik juga menguji seluruh pelajaran seumur hidup itu, setiap kali!

Saya tuh punya kebiasaan unik setiap kali mengajar, beda dengan para trainer lain. Saya selalu ngobrol dulu dengan pemilik dan para manager sebelum melakukan training. Menanyakan apa yang mereka perlukan (assesment). Nah, sampai tahap sini, masih sama dengan trainer lain.

Namun begitu naik ke atas panggung, di sini bedanya. Saya nggak langsung mengajar. Saya akan membuka seminar seperti ini, “Saya nggak mau ‘memperkosa’ anda, dengan materi saya. Saya nggak mau memberikan obat sakit kepala buat orang yang sakit perut. Saya nggak mau bilang ke anda, ini materi yang sudah saya siapkan, tolong dengarkan.

Saya sudah ngobrol dengan pemilik anda, dengan para manager. Saya sudah tanya ke mereka tentang tantangan yang ada. Namun yang disampaikan ke saya adalah pandangan mereka, yang berada di atas. Mereka sering kali nggak tau apa yang anda alami. Apa yang terjadi di lapangan. Anda yang tau. Anda yang mengalami langsung.”

Lanjut saya, “Maka kasih tau ke saya, apa yang anda alami. Apa yang menjadi tantangan anda. Saya akan mengajarkan ke anda, persis apa yang anda butuhkan. Kalau nggak bisa selesai sampai sore, kita lanjutkan sampai malam. Sampai pagi kalau perlu.”

Hendrik Ronald mencatat tantangan perusahaan

Setelah 3 sampai 4 lembar flipchart kemudian, yang penuh dengan curhatan hati, setelah semua peserta merasa lega….. jeritan hati mereka didengarkan…!!

Seelah itu baru saya mempersiapkan slide dan memulai kelas. Mengajarkan topik yang mereka butuhkan tentu saja. Dengan semua ilmu yang saya punya. Inilah EBTANAS saya, setiap kali mengajar!

Itu sebabnya kelas saya biasanya jauh lebih efektif. Bukan hanya karena durasinya lebih panjang, namun saya memberikan persis yang dibutuhkan oleh peserta.

Gampang? Sama sekali tidak.

Keringat dingin? Pasti.

Efektif? Sangat!

Salam Dahsyat!

Anda boleh menggunakan artikel ini di newsletter, website atau publikasi, dengan syarat tetap melampirkan kalimat lengkap di bawah dengan link aktif ke website:

Copyright, Hendrik Ronald. Digunakan dengan izin. Hendrik Ronald adalah Trainer dan Coach Service Excellence. Untuk mendapatkan pelatihan dan artikel lainnya, silakan kunjungi www.HendrikRonald.com