Service Itu Pilih Kasih!

Garuda Express Pass

Service itu pilih kasih, Pak Ronald. Anda tidak akan bisa melayani semua orang sama baiknya“, begitu kata guru saya, Pak Tung, saat saya sedang duduk istirahat makan siang bersama beliau. Pikiran saya melayang ke beberapa waktu yang lalu.

Pagi itu, karena telat bangun, kami kudu lari-lari di Kingsford Smith, airport tersibuk di Australia. Pagi itu memang perjalanan pulang saya dan teman saya, Pak Gusti, dari Sydney balik ke Indonesia.

Malam sebelumnya kami bergadang sibuk beresin barang-barang, sehingga jadwal bangun pagi meleset lebih dari 45 menit. Syukurlah kami naik Business Class, sehingga check-in pesawat tidak perlu antri. Namun yang menjadi momok bukanlah itu. Yang sangat mengkhawatirkan adalah antrian check passport. Namanya saja sudah ‘Busiest Airport’ alias bandara paling ramai. Antriannya pasti paling seru.

Saat melihat antrian imigrasi, saya langsung menelan ludah. Karena dari pengamatan saya, kami bisa ngantri 45 menit sampai 1 jam. Pagi-pagi belum sarapan, kelaparan dari malam sebelumnya dan masih harus antri begitu lama? Hics! Airport luar negeri biasanya lebih ketat. Dulu pernah saya sampai harus buka ikat pinggang dan sepatu!

airport-screening-delays

Namun syukurlah ‘Service itu pilih kasih!!’ Di tangan saya ada sebuah lembaran warna biru yang tulisannya, “Express Pass“. Ternyata penumpang kelas ekonomi memang harus antri panjang. Namun kami boleh tanpa antri. Langsung melenggang ke petugas imigrasi untuk minta cap passport.

Saat saya kena pemeriksaan extra (dipilih acak) oleh petugas, saya bisa senyum-senyum. Karena kami masih punya cukup waktu. Saya bahkan sempat ngobrol dengan petugasnya. Saya yakin, pasti saya dipilih bukan karena berwajah mengancam, namun karena banyak senyum *narsis boleh donk!*

Lagi-lagi kami menarik nafas lega, karena kami tidak perlu berpetualang di food court airport yang ramai. Kami bisa langsung naik ke Business Class Lounge. Saya langsung menarik nafas panjang dan tersenyum. Lounge-nya menyenangkan sekali. Bersih dan luas.

Ada banyak fasilitas komputer yang boleh dipakai gratis, semuanya Apple Macintosh besar. Pilihan makanannya juga menyenangkan sekali. Ada banyak makanan sehat, seperti muesli, buah, telur, dll. Bahkan di tengah meja makan ada pisang berlimpah, snack dan bahkan wine. Semuanya baru dan semuanya gratis. Bayangkan bila saya harus membayar untuk semua makanan itu di food court, berapa yang harus saya bayar?

Qantas-Business-Class-Lounge-Sydney

Semua hal menyenangkan itu berlanjut di pesawat. Saya bisa tetap bekerja dengan lega. Business class memang tidak banyak penumpangnya, sehingga dua kursi bisa jadi milik saya sendiri. Saya bisa kerja, karena ada colokan listrik di kursi Garuda itu!!

Saya bahkan boleh memesan makanan sebelum terbang. Saya pilih Seafood Meal, dan saya diberikan menu ikan Salmon dengan 4 tingkat kematangan yang berbeda dalam 1 piring. Mulai dari salmon yang mentah sampai yang matang. Uenak!

Ini tentunya beda sekali kalau saya harus naik di kelas lain yang harus istirahat dengan bangku tegak dan makanan yang biasa saja. Mau cas laptop, gak ada stop kontaknya. Mau kerja saja sempit banget. Begitu turun dari pesawat pasti berasa banget.

Nah, saya menceritakan ini semua tentu sama sekali bukan untuk pamer atau sombong. Sama sekali bukan! Saya mau menceritakan bahwa Service itu memang pilih kasih. Sungguh pilih kasih. Di saat semua orang harus antri imigrasi, saya gak perlu antri. Saya bisa hemat 45 menit.

Saat penumpang lain harus antri masuk ke pesawat, saya bisa langsung masuk. Saat penumpang economy biasanya harus jalan kaki ke pesawat, saya dijemput pakai mobil. Saat penumpang biasanya cuma ditawarkan koran, saya ditawarkan aneka pilihan majalah.

Bukan cuma fasilitas saja yang berbeda, perlakuannya juga berbeda.

Saat sang pramugrasi menyapa, dia memanggil saya dengan, “Pak Ronald mau minum apa?“. Nama saya diingat dan dihafal! Saat penumpang di kelas lain mendapatkan jatah makan siang, saya boleh bilang, “Saya mau istirahat dulu. Boleh makan siang saya ditunda nanti setelah saya bangun?”. Saat saya bangun, sang pramugari menyapa saya, “Pak Ronald sudah mau makan? Supaya bisa saya panaskan dan siapkan dulu.” Semuanya dilakukan dengan senyum tulus.

garuda-menu

Perhatikanlah, kita selalu menilai kualitas pelayanan sebuah usaha. Entah itu sebuah produk, sebuah restoran, sebuah kantor atau apapun itu. Yang selalu teringat adalah bagaimana mereka melayani anda. Harga yang dibayarkan sudah lama terlupakan. Namun kesan yang didapat akan terus melekat.

 

Customer sebenarnya bukanlah mencari harga, namun value atau nilai dari yang dibayarkan.

Kita memang mesti mempunyai sebuah standard pelayanan yang harus diberikan kepada semua customer. Namun untuk customer yang membayar lebih, tentu saja anda boleh memberikan lebih.

Namun yang membuat customer benar-benar senang, bukanlah pelayanan extra yang lebih mewah. Yang membuat customer senang dan terkesan adalah sentuhan personal yang anda berikan. Service yang anda berikan secara pribadi.

 

Saat anda mau mendengarkan customer, mau mengerti perasaan customer, lalu mau melakukan sesuatu yang simpel dan nice. Inilah yang akan diingat oleh customer. Bahkan di saat anda tidak berwenang memberikan apa-apa, berikanlah perhatian yang tulus. Ingatlah nama customer tersebut. Ingatlah nama anaknya. Ingatlah akan hobi dan kesukaannya.

Jangan takut untuk melayani sepenuh hati. Tidak ada yang namanya service yang terlalu baik. Karena bila anda tulus melayani, customer anda akan sungguh-sungguh cinta dengan anda.

Mulailah pilih kasih, anda akan semakin disayang oleh customer anda.

Salam Dahsyat!

 

Anda boleh menggunakan artikel ini di newsletter, website atau publikasi, dengan syarat tetap melampirkan kalimat lengkap di bawah dengan link aktif ke website:

Copyright, Hendrik Ronald. Digunakan dengan izin. Hendrik Ronald adalah Trainer dan Coach Service Excellence. Untuk mendapatkan pelatihan dan artikel lainnya, silakan kunjungi www.HendrikRonald.com