Eat Your Own Dog Food

Eat Your Own Dog Food

Waktu itu sudah malam, sekitar jam 10 malam di Yogya. Seorang wanita manis datang ke kamar saya. membawakan kabel untuk mengetes internet di kamar. Dia adalah seorang Guest Relation Officer di hotel tempat saya menginap. Saya lalu bertanya kepadanya,”Chandra, kamu pernah nginap di sini?”. Dia menjawab, “Ya tidaklah, pak.

Saya bertanya heran, “Lho kok ngga pernah? “. Dia memandang saya seolah-olah pertanyaan saya sangat aneh, “Ya enggalah, pak. Saya kan bukan tamu. Bisa dipecat saya nanti, kalau saya menginap di sini.” begitu kurang lebih tanggapannya. Padahal kalau dia pernah nginap, dia akan mengerti keluhan-keluhan yang saya rasakan.

Di suatu waktu yang lain, saat saya sedang melatih SPG sebuah perusahaan besar. Mereka menjual makanan. Saya bertanya kepada mereka, “Produk yang ini rasanya gimana? Enakan mana yang itu dengan yang ini?” saya bertanya sambil menunjuk. Mereka menjawab, “Nggak tau, pak. Kami nggak pernah coba.” Bagaimana mereka mau meyakinkan orang untuk membeli produk yang mereka sendiri nggak pernah coba?

Dulu saya bekerja mengelola sebuah hotel. Kami memiliki program, bahwa setiap karyawan yang bekerja haruslah pernah menginap di hotel kami sendiri. Mereka mendapatkan jatah menginap bergilir. Saat sudah menginap, mereka diminta komentar. Mulai dari penyambutannya, pengalaman mereka menginap, saat sarapan, dll. Mereka mencatat semua pengalamannya.

Saya memilih untuk tidak menunjukkan di mana letak kesalahan sebuah kamar. Saat mereka menginap, mereka sadar apa yang dirasakan oleh tamu. Mereka tau apa enak dan tidak enaknya. Saat perabot berdebu dan merekapun enggan untuk meletakkan tangan mereka, barulah mereka sadar. Mereka jadi punya inisiatif untuk memperbaiki kamarnya!

Program itu dimulai dari saya sendiri. Saya juga kudu ikutan program itu. Saat saya menginap, saya bisa tau bahwa kasur saya ternyata sudah melengkung & tidak enak lagi ditiduri. Saat menginap, saya tau bel kamar sudah rusak dan shower tidak bisa disetel. Saat menginap sendiri, saya baru tau ternyata suara dari laundry tembus masuk ke kamar mandi.

Saat menginap saya bisa merasakan tidak enaknya menginjak lantai yang tidak bersih. Saya tidak menyewa mysterious shopper atau pembelanja misterius. Saya menginap sendiri, saya mencoba sendiri menjadi tamu di tempat saya.

Bagaimana kita bisa tau kelemahan produk, rasa produk, kualitas pelayanan kalau kita tidak mencobanya sendiri? Bagaimana kita bisa menjual kalau kita bahkan tidak tau seperti apa produk kita.

Bahkan Walt Disney sangat terkenal karena selalu meminta para managernya untuk mencoba fasilitas untuk pengunjung. Seminggu sekali mereka harus turun ke lapangan, ikut ngantri untuk naik atraksi yang ada. Bahkan walaupun udara panas, kantor para manager sengaja tidak diberikan AC. Agar mereka mau sering turun ke lapangan.

Nah, menurut anda mana yang bisa menjual lebih bagus? Yang membaca brosur saja atau yang betul-betul merasakan produk kita sendiri?

Salam Dahsyat!

Anda boleh menggunakan artikel ini di newsletter, website atau publikasi, dengan syarat tetap melampirkan kalimat lengkap di bawah dengan link aktif ke website:

Copyright, Hendrik Ronald. Digunakan dengan izin. Hendrik Ronald adalah Trainer dan Coach Service Excellence. Untuk mendapatkan pelatihan dan artikel lainnya, silakan kunjungi www.HendrikRonald.com