Lahir, Berkembang dan Mati, Cepat!!

ValuJet

Ah ternyata, saya suka juga dengan beberapa lagu Justin Bieber. Misalnya lagu “Baby”. Lagu ini bahkan bisa buat Cloud & Shine ikutan goyang. Penyanyi yang satu ini memang Dahsyat. Dalam waktu singkat tumbuh dan meroket.

Namun baru saja saya membaca bahwa Justin Bieber sempat juga menyentuh “drugs”. Lalu ada lagi tersebar photo Justin sedang menunjukkan bokongnya. Fenomena “seru” ini bukan hanya terjadi pada beliau. Namun pada banyak artis yang ‘terbang’ terlalu cepat.

Jakarta yang juga dalam waktu singkat menjadi kota megapolitan juga mengalami nasib yang sama. Berbagai tantangan datang. Mulai dari macet yang ga ketulungan, kriminalitas, sampai banjir rutin!!!

Saya mau cerita tentang salah satu maskapai yang fenomenal. Bagaimana tidak, dalam tahun pertamanya, 1994, maskapai ini mencetak profit $20,7 million (hampir 200 Milyar Rupiah). Sedangkan Southwest yang melegenda saja baru mendapatkan angka segitu di tahun ke-8-nya.

Memang ValuJet ini untung besar, namun profitnya langsung berhenti  2 tahun kemudian, 11 May 1996. Saat pesawat mereka jatuh dan menewaskan 110 orang. Mereka mengabaikan banyak hal. Bagian penting seperti perawatan pesawat dan pelatihan karyawan semuanya di-oursource (diambil dari luar) Kulturnya lemah. Pengembangan yang tidak menghasilkan duit, tidak mendapatkan perhatian.

Hanya 6 hari setelah pesawat tersebut jatuh, ValuJet harus memotong 320 penerbangan. Itu adalah setengah dari jumlah penerbangan mereka. Ini diinstruksikan langsung oleh FAA agar mereka bisa sungguh-sungguh mengawasi seluruh penerbangannya dengan baik. Mereka dipaksa melakukan refund lebih dari $4 million (38,5 Milyar Rupiah) untuk penumpang yang batal naik.

Tanggal 17 Juni 1996, sebulan kemudian, ValuJet menjadi maskapai terbesar yang dilarang terbang oleh FAA. 3 bulan kemudian mereka boleh terbang lagi, namun sudah tidak mampu mereguk profit. Nama ValuJet malah menjelma menjadi merk yang memiliki citra nggak baik. Akhirnya tahun 1997, mereka menjelma jadi Air Tran Airlines.

Banyak dari kita yang meremehkan kultur. Tidak mau membangun kultur yang bagus. Tidak peduli dengan dasar yang kuat. Tidak peduli dengan membangun tim.

Kita malah fokus membeli mesin baru, bangun gedung baru, padahal ‘isinya’ melempem. Padahal timnya memble.

Seberapa peduli anda dengan membangun kultur service yang bagus? Dengan membangun tim? Berapa banyak biaya yang anda habiskan untuk peralatan baru? Namun berapa invetasi yang rela anda keluarkan untuk pelatihan?

Salam Dahsyat!

Anda boleh menggunakan artikel ini di newsletter, website atau publikasi, dengan syarat tetap melampirkan kalimat lengkap di bawah dengan link aktif ke website:

Copyright, Hendrik Ronald. Digunakan dengan izin. Hendrik Ronald adalah Trainer dan Coach Service Excellence. Untuk mendapatkan pelatihan dan artikel lainnya, silakan kunjungi www.HendrikRonald.com