Peraturan Oh Peraturan! – Part 3

Starbucks Ubud

Akhir-akhir ini saya bolak-balik ke Bali. Salah satu kedai kopi yang saya penasaran ingin coba adalah Starbucks di Ubud, Bali. Sudah lama saya diceritakan oleh teman saya, Pak Agus. Hari itu, business coaching saya selesai lebih cepat (biasanya sampai malam / tengah malam). Suasananya sungguh berbeda. Bila Starbucks lain itu suasananya istimewa, yang satu ini sangat menyenangkan dan istimewa.

Starbucks yang satu ini kesannya kuno. Logonya terbuat dari kayu dan warnanya bukan hijau seperti biasanya, namun coklat. Begitu masuk, saya langsung memesan minuman. Sambil menunggu minuman, saya pergi ke WC. Perjalanan ke WC ini mengagetkan saya. Karena ternyata ada ruangan outdoornya juga. Ada banyak saung-saung yang terletak di tepi kolam. Kolamnya juga dipenuhi oleh teratai.

Yang paling mengagumkan, di tengah kolam itu ada sebuah panggung ala bali yang megah! Di situ biasanya diadakan tari kecak setiap senin malam. Saya datang di saat yang sempurna, Senin sore. Saat itu matahari baru mau terbenam. Corak ungu, kuning, orange menghiasi air dengan latar belakang panggung. Apalagi ada jalan di atas air menuju ke panggung tersebut. Beautiful!!

Saking lamanya saya tidak balik dari WC karena terpesona, saya sampai dicari oleh teman saya. Mungkin takut saya nyasar, hehehe. Lalu kami duduk di dalam dan ternyata kursinya pun berbeda. Ada aneka macam meja dan kursi. Ada meja besar yang terbuat dari kayu kuno. Sengaja mejanya tidak dipernis. Sehingga permukaannya tidak rata. Ada area sofa yang sengaja dinaikkan. Ada juga kursi yang begitu duduk langsung tenggelam.

Tidak butuh lama, saya langsung duduk di kursi yang langsung tenggelam. Begitu duduk saya langsung trance (sangat relax). Sepertinya ini kursi memang kudu dibeli oleh para hypnotist, hihi. Namun ternyata yang membuat sore itu lebih sempurna bukanlah pemandangannya atau kursinya.

Jujur saya kecewa saat melihat peraturan mereka “Free 1 Hour Wi-Fi per customer”. Saya langsung protes ke para staff-nya, “Jadi saya cuma boleh dapat 1 jam saja?” Sambil tersenyum staff-nya menuangkan banyak voucher Wi-Fi ke tangan teman saya. Kami berdua langsung nyengir. Staff-nya tidak perlu menjelaskan apa-apa, namun kami merasa sangat istimewa sore itu.

Ah, saya tau, semua kenikmatan dan kesan baik Starbucks akan “ternoda” bila saya hanya boleh dapat 1 jam Wi-Fi. Saya akan pikir-pikir ulang kalau diajak mampir lagi, karena internet connection sangat penting buat saya.

Saya bersyukur staff-nya memilih untuk ‘mengesampingkan’ peraturan.

Sebenarnya peraturan seperti apa sih yang boleh ‘dikesampingkan’? Begini panduannya. Pertama, yaitu saat sumber daya yang diperlukan untuk melayani tersebut, jumlahnya sangat banyak. Misalnya Wi-Fi. Dipakai tidak dipakai tetap cost-nya sama. Saat tidak dipakai, justru tamu tidak merasakan nilai tambahnya. Semakin sering dipakai, semakin bagus.

Kedua, saat sumber daya yang diperlukan untuk itu sangat kecil. Misalnya upgrade kamar ke tipe yang lebih tinggi atau upgrade kelas di pesawat terbang. Kamar tipe rendah dan tinggi, cost-nya biasanya kurang lebih sama. Bahkan kamar tipe suite yang tidak terjual tanggal 1 Maret 2013, ya akan habis begitu saja. Karena besoknya kamar suite tersebut akan masuk ke perhitungan 2 Maret 2013. Daripada hilang begitu saja, kenapa tidak dipakai untuk upgrade kamar tamu di hari itu? Bila kita bisa membuat tamu lebih happy pada hari itu, sungguh sangat baik!

Ketiga, saat sumber daya yang diperlukan tidak mempengaruhi operasional atau kenyamanan tamu lain. Misalnya kasus pijat reflexy seperti yang saya ceritakan sebelumnya. Saat tamu meminta pijat di badan lebih lama daripada di kaki, tidak ada tamu lain yang merasa terganggu. Ini murni hubungan antara saya dan si tukang pijit.

Keempat dan paling penting. Saat tamu tersebut sungguh membutuhkannya. Bila tidak mendapatkan yang diinginkannya, tamu tersebut akan kecewa. Apalagi bila ini sudah dijanjikan kepada customer. Ini saya jelaskan di artikel sebelumnya tentang Ritz Carlton yang memesan pesawat untuk persiapan pesta nikah.

Tentu saja ada beberapa kriteria lain. Jadi, menurut anda apakah kita boleh mengajarkan staff kita untuk ‘mengesampingkan’ peraturan?

Salam Dahsyat!

 

Anda boleh menggunakan artikel ini di newsletter, website atau publikasi, dengan syarat tetap melampirkan kalimat lengkap di bawah dengan link aktif ke website:

Copyright, Hendrik Ronald. Digunakan dengan izin. Hendrik Ronald adalah Trainer dan Coach Service Excellence. Untuk mendapatkan pelatihan dan artikel lainnya, silakan kunjungi www.HendrikRonald.com