Peraturan Oh Peraturan!

Rules Are Made To Be Broken

Ha, sudah lama saya nggak mampir ke Puri Mal. Malam itu saya sudah mandi keringat dan kelaparan. Tenaga juga terkuras. Perut bahkan sampai gemeteran karena lapar. Bersama keluarga besar, kami keliling mencari restoran untuk makan malam. Akhirnya ketemu juga restoran yang dituju. Restoran baru di Puri Mal. Namun apes, kami berada di antrian ketiga. Sedangkan saya sudah gemeteran karena kelaparan dan masuk angin.

Saya ngomong sopan sama yang melayani antrian, “Mbak, sorry.. saya lapar banget dan sudah masuk angin. Boleh saya minta segelas air sambil nunggu?”. Dengan tidak ada empati sama sekali, dia menjawab, “Nggak bisa, pak. Kalau bapak mau pesan, harus sudah ada meja dulu. Jadi pesannya dari meja.”

Jujur saya tersinggung dengan jawaban ketusnya. Saya sedang menggendong anak, namun saya harus merendahkan diri sekali lagi di depan anak saya, “Iya, saya tau harus pesan dari meja. Namun saya kelaparan banget. Saya minta tolonglah. Air segelas saja.” Dia malah membalas lebih ketus, “Gak bisa, pak. Bapak harus pesan dari meja. Itu sudah peraturannya.”

Wauw!! Saya langsung meninggalkan restorannya dan mengajak keluarga besar untuk mencari restoran lain. Restoran itu kehilangan order hanya gara-gara seorang karyawan terlalu ngotot mengikuti peraturan.

Besoknya karena sudah terlanjur masuk angin, saya pergi pijat ke family reflexy terkenal. Ruangannya wah! Kursinya pijatnya juga besar dan mewah. Karena ruangan pijit yang untuk seluruh badan penuh, saya terpaksa ambil reflexy. Pijat kaki saja lebih mending daripada gak sama sekali, “Mbak, saya masuk angin kelas berat. Nanti pas reflexy ada pijat badan juga kan?”

Beliau menjawab, “Ada pak, kaki dipijat 1 jam. Badan cuma setengah jam.” Saya nanya, “Boleh saya minta dibalik, pijat badan yang 1 jam, kaki cukup setengah jam aja?”

“Gak bisa, pak. Sudah peraturannya seperti itu,” jawab petugasnya.

“Lha, saya kan butuhnya badan. Minta tolong dilamain di badan deh yah,” kata saya.

“Gak bisa, pak. Sudah peraturannya seperti itu,” jawabnya ngotot.

Ah, membuat saya penasaran. Sebenarnya peraturan itu dibuat untuk siapa? Definisi service adalah, “Mengambil tindakan untuk memberi manfaat bagi orang lain.” Apabila peraturan kita malah menyulitkan dan mengusir tamu, apakah itu service?

Apalagi bila “Gila Peraturan” itu dijalankan oleh baris terdepan. Saat customer pergi, itulah saat dia ‘memecat’ perusahaan itu. Saat orang yang di baris terdepan mengecewakan tamu, bahkan seluruh karyawan yang bekerja di sana gak sempat melakukan recovery.

Karyawan yang di tengah dan belakang gak sempat minta maaf dan menarik kembali tamu itu. Seluruh karyawan itu dan keluarga yang ditanggungnya gak punya kesempatan lagi.

Bagaimana peraturan di tempat anda? Bagaimana pegawai baris depan anda? Apakah gila peraturan? Atau orang yang sangat ramah, berempati dan menyenangkan?

Saya senang sekali dengan motto Capella Resort yang didirikan oleh mantan presiden Ritz Carlton, Horst Schulzt, “Bila anda bisa melakukan apa saja saat tinggal di Capella, apa yang akan anda lakukan? Di Capella Resort, tidak ada peraturan.”

Bagaimana dengan anda?

Salam Dahsyat!!

 

Anda boleh menggunakan artikel ini di newsletter, website atau publikasi, dengan syarat tetap melampirkan kalimat lengkap di bawah dengan link aktif ke website :

Copyright, Hendrik Ronald. Digunakan dengan izin. Hendrik Ronald adalah Trainer dan Coach Service Excellence. Untuk mendapatkan pelatihan dan artikel lainnya, silakan kunjungi www.HendrikRonald.com